Sabtu, 30 Mei 2009

Matematika, Mitos & Pendidikan

Apa yang menyebabkan anak matematika tak pernah lepas dari pertanyaan, “mau jadi guru ya?” atau kenapa matematika selalu dipandang sebagai sesuatu yang sulit? Apakah keduanya saling berkaitan? Melihat beragam komentar dari beberapa posting yang terkait dengan mitos dan karir dalam matematika, saya melihat ada keterkaitan antar keduanya. Persepsi bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit menyebabkan ada keterasingan antara bahan ajar matematika dengan peserta didik. Keterasingan ini sekaligus mempengaruhi persepsi seseorang akan bidang cakupan matematika yang akhirnya ‘hanya’ dipandang sebagai bidang ajar di kelas, bukan sebagai sebuah fenomena sehari-hari.

Melalui film Numb3rs keterpisahan ini sebenarnya hendak dirubuhkan. Segala sesuatu yang terjadi di alam mengikuti sebuah pola. Jika di tinkat dasar mungkin kita mengenal perumpamaan buah-buahan untuk penjumlahan, di bangku kuliah, buah-buah itu berubah wujud menjadi x, y, z untuk mewakili sebuah abstraksi. Bagaimana seseorang memperkirakan cuaca, bagaimana membaca grafik-grafik untuk mengetahui tren pasar, ataupun memperkirakan penyebab suatu penyakit dari kejadian-kejadian yang baru saja dialami.

Hidup ini penuh dengan korelasi, dan itulah cara kita bertahan hidup. Sebagai ilustrasi adalah relasi antara pengendara mobil dengan lampu merah. Apakah lampu merah memiliki relasi langsung dengan mesin mobil? Apa yang menyebabkan seseorang mau berhenti: polisi, menghindari kecelakaan, atau warna merah dari lampu? Ada relasi-relasi yang menjelaskan suatu aksi, dan hal itulah yang dipelajari matematika ketika belajar stokastik atau ekonomi. Beragam pola yang ditransformasikan dalam deretan notasi untuk menjelaskan fenomena alam maupun sosial. Bagaimana kalkulasi terjadi? Apa yang menyebabkan seseorang mengambil keputusan?

Hal yang sering terjadi adalah siswa diberi buku tanpa kisah. Proses imajinatif yang seharusnya menjadi basis belajar tidak terjadi. Metode belajar soal-jawab memang bisa menjadi solusi praktis ketika menghadapi ujian, namun tanpa imajinasi semuanya akan sia-sia. Tak ada pengembangan lebih lanjut. Terampil namun tak imajinatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar