PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1636/MENKES/PER.XI/2010
TENTANG SUNAT PEREMPUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan perlindungan kepada perempuan, pelaksanaan sunat perempuan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan agama, standar pelayanan dan standar profesi untuk menjamin keamanan dan keselamatan perempuan yang disunat;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengatur Sunat Perempuan dengan Peraturan Menteri Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nonmor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Peraturan Pemerintah Nonmor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009;
6. Peraturan Mentari Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SUNAT PEREMPUAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
- Sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris.
- Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
- Dokter adalah dokter dan dokter spesialis lulusan pendidikan kedokteran baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
- Perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan
BAB II
PENYELENGGARAAN SUNAT PEREMPUAN
Pasal 2
(1) Sunat perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu.
(2) Tenaga kesehatan tertentu yang dapat memberikan pelayanan sunat perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dokter, bidan, dan perawat yang telah memiliki surat izin praktik, atau surat izin kerja.
(3) Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diutamakan berjenis kelamin perempuan.
Pasal 3
(1) Setiap pelaksanaan sunat perempuan hanya dapat dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang disunat, orang tua, dan/atau walinya.
(2) Setiap pelaksanaan sunat perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diinformasikan kemungkinan terjadi pendarahan, infeksi, dan rasa nyeri.
(3) Persetujuan perempuan yang disunat, orang tua, dan/ atau walinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Pelaksanaan sunat perempuan dilakukan dengan persyaratan :
- Di ruangan yang bersih;
- Tempat tidur/meja tindakan yang bersih;
- Alat yang steril;
- Pencahayaan yang cukup; dan
- Ada air bersih yang mengalir.
(2) Pelaksanaan sunat perempuan dilakukan dengan prosedur tindakan sebagai berikut :
- Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir selama 10 (sepuluh) menit;
- Gunakan sarung tangan steril;
- Pasien berbaring telentang, kaki direntangkan secara hati-hati;
- Fiksasi pada lutut dan tangan, vulva ditampakkan;
- Cuci vulva dengan povidone iodine 10%, menggunakan kain kassa;
- Bersihkan kotoran (smegma) yang ada diantara frenulum klitoris dan glans klitoris sampai bersih;
- Lakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai berukuran 20G-22G dari sisi mukosa kea rah kulit, tanpa melukai klitoris;
- Cuci ulang daerah tindakan dengan povidone iodine 10%
- Lepas sarung tangan; dan
- Cuci tangan dengan sabun dengan air bersih yang mengalir.
Pasal 5
(1) SUnat perempuan tidak dapat dilakukan pada perempuan yang sedang mengalami infeksi genitalia eksterna dan/atau infeksi umum.
(2) Sunat perempuan dilarang dilakukan dengan cara :
- Mengkauterisasi klitoris;
- Memotong atau merusak klitoris balk sebagaimana maupun seluruhnya; dan
- Memotong atau merusak labia minora, labia majora, hymen atau selaput dara dan vagina baik sebagian maupun seluruhnya.
Pasal 6
(1) Dokter, bidan, dan/atau perawat yang melaksanakan pelayanan sunat perempuan harus melakukan pencatatan dalam rekam medis.
(2) Ketentuan pencatatan dalam rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 7
(1) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan melibatkan organisasi profesi sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk menjamin hak dan melindungi keselamatan pasien yang disunat dalam pelaksanaan sunat perempuan oleh tenaga kesehatan.
Pasal 8
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administrative terhadao tenaga kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 November 2010
MENTERI KESEHATAN
Ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2010
METERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 672
Tidak ada komentar:
Posting Komentar